LATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ASERTIF KORBAN BULLYING MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

LATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ASERTIF

KORBAN BULLYING MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

 

Hamdan Juwaeni, S.Psi, M.Pd

Guru Bimbingan Konseling MTsN 1 Banjar

E-mail: kanghamdan117@gmail.com

 

Abstrak

Permasalahan bullying di sekolah merupakan permasalahan yang perlu perhatian tak terkecuali di MTs Negeri 1 Banjar, terutama dalam penanganan kepada korban bullying, untuk itu penulis mencoba mengangkat permasalahan bullying tersebut, hasil analisis penyebab masalah yang menjadi akar masalah utama peserta didik menjadi korban bullying yaitu karena ketidakmampuan dalam bersikap asertif. Maka untuk menangani permasalahan tersebut konselor menerapkan latihan asertif melalui layanan konseling kelompok terhadap beberapa peserta didik yang menjadi korban bullying. Proses latihan asertif yang diberikan kepada 5 orang peserta didik berjalan dengan baik dan peserta mengikuti seluruh kegiatan dengan antusias. Mereka mengikuti semua langkah-langkah kegiatan dengan sungguh-sungguh dan melakukan latihan asertif sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh konselor. Dampak  dari layanan yang diberikan anggota kelompok merasa lebih lega karena sudah bisa berbagi terkait masalah yang dihadapinya, konseli juga merasa lebih berani untuk bersikap tegas terhadap perilaku bullying. Dengan  demikian secara keseluruhan layanan yang diberikan cukup efektif, walaupun waktu pelaksanaannya belum ideal karena baru dilaksanakan dua kali dan perlu tindak lanjut.

 

PENDAHULUAN

Sekolah merupakan salah satu tempat yang rentan menjadi tempat terjadinya bullying, heterogenitas peserta didik yang ada di sekolah menjadi penyebab terjadinya perundungan. Bullying di sekolah dapat terjadi saat di dalam maupun luar kelas. Begitu juga apa yang terjadi di MTsN 1 Banjar kasus bullying banyak terjadi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara bahwa banyak laporan dan catatan kasus anggota kelompok terkait bullying, kalau dilihat dari sisi pelaku hal terjadi karena pelaku bullying tidak mampu mengontrol diri/emosinya, tidak suka dengan teman dikelas, ada yang beralasan iseng saja melakukan tindakan perundungan, terbiasa berbicara dengan bahasa kasar dan kotor, merasa paling bisa/paling kuat/besar secara fisik, merasa lebih baik dari teman lainnya, dan membalas hal apa yang sudah dilakukan teman.

Sedangkan dilihat dari sisi korban bullying, peserta didik menjadi korban perundungan karena tidak mampu bersosialisasi dengan baik, tingkat Kemandirian peserta didik yang Rendah, perbedaan Fisik atau Karakteristik yang Terlihat, kondisi Kesehatan / Kelemahan Fisik, kurang Dukungan Teman Sebaya, merasa di diskriminasi, terlihat sering murung, merasa terancam, rendahnya self esteem, dan tidak bisa bersikap asertif.

Berdasarkan hasil analisis yang menjadi akar penyebab masalah dari timbulnya masalah peserta didik menjadi korban “Bullying / Perundungan” yaitu karena tidak “bisa bersikap asertif”, hasil analisis yang dilakukan solusi yang bisa diberikan kepada peserta didik yang menjadi korban bullying karena tidak bisa bersikap asertif yaitu dengan memberikan Latihan Asertif Melalui konseling Kelompok. Hal ini dilakuakan karena yang menjadi korban bullying terdiri dari beberapa anggota kelompok . Dengan memberikan latihan asertifvitas diharapkan anggota kelompok mampu untuk meningkatan komunikasi secara efektif, mampu mengelola konflik dengan lebih baik, mampu meningkatkan kepuasan dan percaya diri, meningkatkan hubungan sosial, dan meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan secara tegas.

Menurut Alberti dan Emmons (dalam Ratnasari dan Arifin, 2021), yaitu perilaku asertif adalah perilaku yang meningkatkan kesesuaian dalam berhubungan dengan sesama manusia, yang memungkinkan kita untuk menunjukkan minat terbaik kita, berdiri sendiri tanpa harus merasa cemas, mengekspresikan perasaan kita dengan jujur dan nyaman, melatih kepribadian kita yang sesungguhnya tanpa menolak kebenaran dari orang lain.

Peran konselor pada praktik ini yaitu mendorong interaksi antar anggota kelompok dan membantu untuk saling belajar terkait masalah yang dihadapi dan mendorong mereka untuk mampu berpendapat dan menuangkan pikiran-pikiran mereka, serta membuat keputusan penyelesaianan atas masalah-masalah yang dihadapai mereka.

Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari Pelatihan asertivitas melalui layanan konseling kelompok, yaitu: 1) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada korban bullying agar mampu mengekspresikan diri lebih tegas, didasarkan pada keseimbangan antara pencapaian tujuan sendiri dan tetap menghormati kebutuhan orang lain. 2) Membantu menyelesaikan permasalahan korban bullying di sekolah. 3) Memberikan masukan strategi kepada guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan konseling, terutama dalam menyelesaikan permasalahan peserta didik yang menjadi korban bullying di sekolah. Secara khusus setelah melakukan layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif diharapkan antara lain peserta didik mampu menemukenali perilaku kurang asertif yang dialaminya, peserta didik mampu menyatakan sikap asertif terhadap perilaku bullying, dan peserta didik mampu berperilaku asertif terhadap perilaku bullying.


PEMBAHASAN

Berasarkan hasil analisis yang menjadi akar penyebab masalah dari timbulnya masalah peserta didik menjadi korban “Bullying / Perundungan” yaitu karena tidak “bisa bersikap asertif”, menurut Soendjojo (dalam Novalia dan Dayakisni, 2013), pada umumnya peserta didik yang mengalami tindakan bullying adalah peserta didik yang memiliki tingkat asertivitas yang rendah. Individu yang memiliki sikap asertif yang rendah memiliki banyak ketakutan yang irasional yang meliputi sikap menampilkan perilaku cemas dan tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hak-hak peribadinya. Begitupun korban bullying mereka kurang mampu menunjukkan perasaan untuk melawan bullying yang diterima karena anggota kelompok korban bullying takut pelaku bullying makin mengintensikan tindakan bullying.

Ketika mengalami peristiwa bullying, para peserta didik korban bullying merasakan emosi-emosi negatif (seperti marah, takut, cemas, benci, malu dan tertekan) namun tidak berdaya untuk menghadapi. Emosi negatif tersebut terus dirasakan, maka menimbulkan perasaan rendah diri bahwa tidak berharga. Dampak yang dirasakan bagi korban bullying yang masih berada di lingkungan tersebut dan tidak dapat penanganan yang tepat akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ingin pindah ke sekolah lain, prestasi menurun dan gangguan psikologis. Dampak gangguan psikologis, seperti rasa cemas berlebihan, merasa takut, depresi, merasa hidup tertekan dan takut bertemu pelaku bullying. Kondisi tersebut membuat korban cenderung tidak mampu berperilaku asertif.

Menurut Saptandari & Adiyanti (dalam Ainiyah dan Cahyanti) perilaku asertif merupakan titik tengah dan cara utama bagi remaja untuk terhindar menjadi korban bullying. Hal ini disebut sebagai titik tengah karena perilaku asertif mampu menghindarkan korban untuk membalas bullying dengan perilaku kekerasan lainnya serta menghindarkan korban dari perilaku pasif terhadap pelaku bullying. Perilaku asertif membuat pelaku bullying terintimidasi karena menyadari kekuatan yang dimiliki oleh korban.

Konselor memberikan Latihan Asertif Melalui konseling Kelompok, hal ini dilakukan karena yang menjadi korban bullying terdiri dari beberapa peserta didik. Dengan memberikan latihan asertif diharapkan anggota kelompok mampu untuk meningkatan komunikasi secara efektif, mampu mengelola konflik dengan lebih baik, mampu meningkatkan kepuasan dan percaya diri, meningkatkan hubungan sosial, dan meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan secara tegas.

Selain itu menurut Ani Wardah dan Farial (2019), Hasil Pelatihan Asertivitas diketahui bahwa peserta pelatihan mampu mengekspresikan diri lebih tegas yaitu posisi tubuh tegap dan mampu menatap mata lawan bicara, mampu menolak dan meminta bantuan dengan tegas yang didasarkan pada keseimbangan antara pencapaian tujuan sendiri dan menghormati kebutuhan orang lain.

Kegiatan latihan asertif melalui layanan konseling kelompok ini baru dilaksanakan dua kali pertemuan, walaupun sebenarnya kurang ideal yang seharusnya dilakukan lebih dari dua kali, akan tetapi semua langkah-langkah yang ada sudah terpenuhi.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses latihan asertif melalui layanan konseling kelompok hasi modifikasi langkah-langkah latihan asertif yang dikemukakan oleh Nurasalim (dalam Fatmawati dan Pratiwi, 2021) sebagai berikut: langkah pertama rasional strategi, pada tahap ini konselor memberikan overview terkait tahapan-tahapan implementasi dalam pelaksanaan latihan asertif. Kedua,  melaksanakan identifikasi, pada tahap ini konselor meminta anggota kelompok menceritakan secara terbuka dan bergantian permasalahan yang dihadapi dan sesuatu yang dilakukan atau dipikirkan pada saat permasalahan timbul, konselor mengidentifikasi masalah. Saat proses ini dilakukan ada beberapa anggota kelompok yang belum mampu mengungkapkan permasalahannya lebih mendalam. Untuk memperkuat data yang diperoleh konselor meminta anggota kelompok mengisi LKPD dan mengetahui respon yang dilakukan terhadap perilaku bullying yang pernah diterima.

Ketiga, membedakan Asertif dan Tidak Asertif, tahap ini konselor dan anggota kelompok membedakan serta mengeksplorasi perilaku asertif dan perilaku tidak asertif serta menentukan perubahan perilaku yang diharapkan. Konselor meminta salah anggota kelompok untuk memberikan respon terhadap perilaku/tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok lain apakan sudah asertif atau tidak asertif. Keempat, membuat kesepakatan respon yang dilakukan, tahap ini konselor meminta anggota kelompok untuk menyepakati sikap-sikap / respon-respon asertif yang seharusnya dilakukan ketika terjadi bullying (pemberian model perilaku yang lebih baik dan pemberian penguat/dukungan positif dan penghargaan).

Kelima, melaksanakan latihan dan identifikasi saran, tahap ini anggota kelompok diminta mendemonstrasikan beberapa situasi ketika di bully dan memberikan respon perilaku asertif apa yang harusnya dilakukan secara bergantian, kemudian konselor meminta kepada anggota kelompok untuk memberikan saran terkait lathan asertif yang telah dilakukan. Keenam, mengulang latihan, tahap ini anggota kelompok mengulangi latihan kembali tanpa bantuan pembimbing secara bergantian. Kemudian konselor meminta anggota kelompok memberikan penilaian terkait praktik yang dilakukan apa sudah asertif/belum. 

Tahap ketujuh, konselor memberikan tugas rumah dan pada anggota kelompok , dan meminta anggota kelompok mempraktikkan perilaku yang diharapkan dan memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir konselor melakukan terminasi, yaitu ketika anggota kelompok sudah mampu menerapkan latihan asertif dengan baik, maka konselor menghentikan latihan diberikan.

Dari hasil latihan asertif yang telah dilaksanakan melalui layanan konseling kelompok anggota kelompok/konseli merasa lebih lega karena sudah bisa berbagi terkait masalah yang dihadapinya, konseli juga merasa lebih berani untuk bersikap tegas terjadap perilaku bullying. Secara keseluruhan layanan yang diberikan cukup efektif, karena konseli merasa lebih berani untuk bersikap tegas terhadap perilaku bullying. Hal ini juga di perkuat dengan hasil evaluasi layanan konseling kelompok berikut:

 

Gambar.1

 

Data diatas menunjukkan bahwa sebesar 33% anggota kelompok mampu menguraikan masalah asertif yang saya alami (item 1), 37% mampu menyatakan sikap asertif terhadap perilaku bullying  (item 2), dan 30% mampu mengatasi masalah asertif yang di alami (item 3). Dengan demikian dapat dikatakan latihan asertif melalui layanan konseling kelompok cukup untuk meningkatkan sikap asertif peserta didik terhadap perilaku bullying.

Hal tersebut diperkuat dengan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wardah dan Farial (2019), menjelaskan bahwa hasil pelatihan asertivitas menunjukkan bahwa peserta pelatihan mampu mengekspresikan diri lebih tegas yaitu posisi tubuh tegap dan mampu menatap mata lawan bicara, mampu menolak dan meminta bantuan dengan tegas yang didasarkan pada keseimbangan antara pencapaian tujuan sendiri dan menghormati kebutuhan orang lain. 

Penelitian lain yang dilakukan Fatmawati dan Pratiwi (2022), penerapan konseling kelompok asertif dapat meningkatkan asertif siswa korban bullying. Sehingga dapat diseimpulkan bahwa, latihan asertif melalui konseling kelompok dapat digunakan sebagai alternative dalam meningkatkan asertif siswa korban bullying. Hal senada juga seperti yang disimpulkan dari hasil penelitian Ainiyah dan Cahyanti (2020), menyatakan bahwa pelatihan asertif efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa dan efektif untuk meningkatkan perilaku asertif.

Dengan demikian secara keseluruhan latihan asertif melalui layanan konseling kelompok yang diberikan bisa memberikan perubahan terhadap sikap asertif anggota kelompok, hal itu terlihat dari respon anggota kelompok merasa lebih berani untuk bersikap tegas terhadap perilaku bullying dan merasa lebih lega karena sudah berbagi dan sharing terkait masalah yang dihadapi yang selama ini terpendam, walaupun waktu pelaksanaannya belum ideal karena baru dilaksanakan dua kali dan masalah siswa belum terselesaikan secara mendalam.

Sehingga penulis akan merencanakan tindak lanjut pemberian layanan konseling kelompok lanjutan serta akan memberikan skala asertivitas, untuk mengetahui tingkat asertifitas anggota kelompok mengalami peningkatan atau tidak setelah diberikan latihan asertif.

Selain itu dalam pelaksanaannya memiliki beberapa tantangan yang dihadapi baik secara internal maupun eksternal yang bisa mempengaruhi keberhasilan layanan yang diberikan. Beberapa factor internal yang menjadi tantangan dari sisi konselor yaitu kurang pengalaman konselor dalam penerapan teknik-teknik layanan konseling yang ada, sehingga perlu belajar dan berlatih kembali terkait teknik-teknik tersebut, agar lebih baik lagi dalam proses layanan yang diberikan. Sedangkan dari sisi anggota kelompok yaitu beberapa anggota kelompok yang masih malu-malu untuk mengungkapkan masalahnya, dan belum berani mengungkapkan masalahnya secara mendalam, maka kemampuan membangun raport juga harus dikuasai.

Selain itu ada beberapa factor eksternal yang bisa mempengaruhi berhasil atau tidaknya layanan yang diberikan yaitu sarana dan prasarana, sarana prasarana yang terbatas seperti tidak adanya ruang konseling yang memadai sehingga proses layanan yang diberikan menjadi kurang kondusif, lingkungan yang bising sehingga menggangu konsentrasi saat layanan diberikan, dan baik dan tidaknya kerjasama dengan teman sejawat, guru mata pelajaran, dan wali kelas dalam proses layanan yang diberikan.

 

 

SIMPULAN

Pelaksanaan latihan asertif melalui layanan koneling untuk meningkatkan sikap asertif korban bullying di MTs Negeri 1 Banjar dapat diambil kesimpulan bahwa proses latihan asertif yang diberikan kepada 5 orang peserta didik yang menjadi korban bullying berjalan dengan baik dan peserta mengikuti seluruh kegiatan dengan antusias. Mereka mengikuti semua langkah-langkah kegiatan dengan sungguh-sungguh dan melakukan latihan asertif sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh konselor.

Dampak  dari layanan yang diberikan anggota kelompok merasa lebih lega karena sudah bisa berbagi terkait masalah yang dihadapinya, konseli juga merasa lebih berani untuk bersikap tegas terhadap perilaku bullying. Secara keseluruhan layanan yang diberikan cukup efektif, karena  konseli merasa lebih berani untuk bersikap tegas terhadap perilaku bullying, walaupun waktu pelaksanaannya belum ideal karena baru dilaksanakan dua kali dan masalah siswa belum terselesaikan secara mendalam.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Ani Wardah dan Farial, 2019. Pelatihan Asertivitas Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Peserta Didik SMP Korban Bullying. Jurnal Pengabdian Siliwangi, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2019. Link: https://jurnal.unsil.ac.id/index.php/jps/article/view/729

Devi Shintia Fatmawati dan Titin Indah Pratiwi, 2022. Penerapan Konseling Kelompok Latihan Asertif Pada Siswa Korban Bullying Di SMPN 34 Surabaya. Ejournal unesa. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-bk-unesa/article/view/33951/30295.

Hilda Rosa Ainiyah,dan Ika Yuniar Cahyanti, 2020. Efektivitas Pelatihan Asertif Sebagai Upaya Mengatasi Perilaku “Bullying” di SMPN A Surabaya. Psikostudia: Jurnal Psikologi, Vol 9, No 2, Juli 2020, hlm.105-113.

Link: https://e-journals.unmul.ac.id/index.php/PSIKO/article/view/3868

Muthohharoh, 2016. Efektifitas Layanan Anggota Kelompok Ng Kelompok Dengan Teknik Latihan Asertif Untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Interpersonal Anggota Kelompok . Jurnal Penelitian Bimbingan konseling, Vol 1, No 2 (2016). Link: https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JPBK/article/view/1868

Novalia dan Tri Dayakisni, 2013. Perilaku Asertif dan Kecenderungan Menjadi Korban Bullying. Jurnal Ilimah Psikologi Terapan, Vol. 01, No.01, Januari 2013.

Patria Jati Kusuma, dan Partini. Pelatihan Asertivitas Untuk Siswa Korban Bullying. Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di Era Revolusi Informasi. Link: https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9285/Patria%20Jati%20Kusuma.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Sri Ratnasari dan, Andi Agustan Arifin, 2021. Teknik Assertive Training Melalui Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa. KONSELING: Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling,Vol.2, No.2, Januari 2021, pp. 49-55. Link: https://journal.ilininstitute.com/index.php/konseling/article/view/802/383